WARTA MERDEKA

PENDAKWAH ARAB DAN YAMAN, PULANGLAH


Jakarte (WartaBetawi) - Arab Saudi dan Yaman tengah dilanda peperangan. Saling serang. Rakyat Yaman jadi korbannya. Media internasional memberitakan, arus pengungsian dan kelaparan melanda negeri Yaman kini.  

Arab dan Yaman sama sama Islam,  sama sama menyembah Allah, sama sama memuliakan Nabi Muhammad SAW. Sama sama tunduk pada Al Qur'an dan Hadis, sama sama mengikuti nasehat ulama. Tak selayaknya mereka berperang. 

Tapi para pemimpin dan penguasa kedua negara telah memilih untuk saling angkat senjata. Mereka  jelas memerlukan penyuluhan dan dakwah, siraman rohani agar berdamai.

Kepada para pendakwah Arab dan Yaman di sini -  kalian pulanglah!  Pulang kembali ke negeri Anda. Ajak keluarga besar Anda.  Negara Anda lebih memerlukan Anda dibanding orang orang Indonesia.  

Dakwah Anda lebih bermanfaat di negeri krisis politik dan ekonomi, seperti di Arab Saudi dan Yaman kini. 

Jangan berdakwah di lingkungan yang sudah Islam. Juga tak diperlukan dakwah di tengah masyarakat yang sudah harmonis. Rukun antar sesama.

*ISLAM kami*, Islam Indonesia,  adalah Islam Nusantara, Islam yang berdamai dengan muslim yang beda aliran dan beda  agama. Berbeda Tuhan, berbeda sesembahan dan berbeda nabi bagi kami tak masalah. Suni, Syiah, Ahmadiyah tak masalah.

Anda tidak diperlukan untuk meluruskan. Biarlah kami tetap Islam Nusantara. Islam khas Melayu dan Indoensia.

Setelah kami mengamati, dakwah dakwah sebagian dari Anda berdampak negatif pada kami. Menimbulkan perbudakan spiritual. Warga kami menyembah Anda - bukan menyembah Allah SWT atau memuliakan Nabi SAW 

Meresap dalam pemahaman warga kami, kasta pendakwah Arab dan Yaman lebih tinggi dan harus dihormati dan dimuliakan.  Dzuriah Nabi. Padahal sebagian dari Anda juga melakukan perbuatan tercela. 

Sebagian dari Anda mengajarkan kebencian pada budaya asli kami, kebiasaan baik leluhur kami. Memisahkan saudara sebangsa kami hanya karena beda keyakinan. 

Karena itu, kami harus evaluasi dan bersih bersih. 

Ilmu yang dimiliki para pendakwah kami sudah mencukupi. Kehadiran pendakwah asing dan keturunannya tak diperlukan. 

Kecuali jika Anda berdakwah semata mata untuk mencari kesejahteraan. Menjual ayat ayat Tuhan. Menikmati status kemuliaan lantaran Anda berdarah Arab dan Yaman, bergelar habib dan berasal negeri asal para Nabi.

Jika anda senang dipanggil "Habib"  maka otomatis  Anda adalah orang asing. Orang Indonesia asli tak ada yang bergelar habib. 

Indonesia dan wilayah Nusantara adalah negeri besar dan memiliki budaya besar. Negeri kami akan menjadi negeri maju dan sejahtera. Stabilitas politik dan sosial sangat diperlukan. 

Jangan bujuk kami mengikuti ajaran dan paham yang Anda yakini. Merasa paling benar. Beradaptasilah Anda sesuai budaya kami. 

Konflik berbasis agama yang berdarah darah sudah pernah kami alami dan kini kami jauhi. Karena itu beradaptasilah. 

Jangan gunakan agama untuk mendzalimi sesama, menggunakan ayat ayat untuk mendiskriminasi sesama, untuk mengkafirkan. Merasa paling benar dan menguasai surga. Lalu melawan pemimpin. Melarang menyanyikan lagu kebangsaan.  Bahkan menjadi pemberontak negara. 

*BAGI KAMI*, Islam Syiah, Ahmadiyah, Islam wektu telu, tidak masalah. Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Kejawen, tak masalah. Saudara kami semua.  Ratusan tahun kami hidup berdampingan tak bermusuhan.

Sejak kedatangan Anda kami terpisahkan. Mereka dikucilkan.  Padahal mereka saudara kami juga . Sama warna kulit dan fisiknya. Sejak mengikuti Islam Anda,  budaya asli kami dinistakan. Sungkem orangtua diharamkan. Tapi mencium kaki habib dipertontonkan. 

*Pulanglah.*

Jika dakwah jalan hidup Anda seharusnya Anda terpanggil untuk kembali ke negeri Anda. Di negeri leluhur,  Anda lebih diperlukan. Gunakan jubah kebesaran Anda, kepiawaian Anda ceramah dan berkata kata untuk menegur para pemimpin di sana yang lebih suka angkat senjata kepada sesamanya.

Belajarlah dari pengalaman Anda di Indonesia, selama ini. 

Kami di Indonesia beda suku dan agama,  tapi kami bisa rukun damai. ***

Oleh. Supriyanto Martosuwito

Sumber : Sate Jawa

Foto Istimewa